Total Tayangan Halaman

Rabu, 12 November 2014

SINOPSIS LDK Love Doukyo (LIVING TOGETHER) J-MOVIE 2014 (Part 3)



Sebelumnya Part 2

“Kenapa tiba-tiba melibatkannya?” tanya Shuusei yang terlihat tak suka.
“Gadis itu, entah bagaimana mirip Satsuki, kan?” tanya Usai menyelidik.
“Dari apanya?” tanya Shuusei yang tak mengerti arah pembicaraan Usai.
“Ini tiba-tiba, sejujurnya dia mudah didapatkan.” Ucap Usai dengan santainya.
“Kenapa kau bilang begitu?” tanya Shuusei yang mulai terlihat menahan kekesalannya.
“Soalnya dia begitu kuat.” Celetuk Usai.
“Ha?”
“Aku mencium Aoi-chan.” Ucap Usai mengakui.
Shuusei melihat memar di sudut kanan bibir Usai, dan saat Usai meneruskan ucapannya yang tak menyangka bahwa itu ciuman pertama Aoi, hal itu justru membuat Shuusei semakin murka dan tak mampu menahan amarahnya. Saat itu juga Shuusei melayangkan pukulan ke arah wajah kiri Usai (hah! Rasain tuh! Muka kanan kena tabok Aoi, muka kiri kena tonjok Shuusei! Haha.. *ketawa puas).
 
 
Usai langsung terhempas ke meja di belakangnya karena kerasnya pukulan Shuusei. Namun dia justru tertawa dan bahkan mengatakan bahwa Shuusei mirip dengan Sami (kagak tahu siapa itu Sami) yang membuat Shuusei makin murka dan hampir memukul Usai lagi jika saja tak dicegah oleh pegawai yang ada di studio itu.
Akhirnya Shuusei memilih pergi dari studio itu. Sedangkan Usai sendiri terlihat bersalah dan sedih (?) melihat kepergian Shuusei.
---

 
Saat ini Aoi sedang menangis sendirian di atas bukit. Tiba-tiba saja suara Shuusei mengejutkannya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Shuusei
 
Aoi langsung berdiri membelakangi Shuusei sambil menatap ke langit di atasnya. Aoi menjawab kalau dia sedang menatap langit. Shuusei yang tak percaya segera berjalan mendekati Aoi dan berkata, “Jangan menangis”. Aoi mengelak dengan mengatakan bahwa dia sedang tidak menangis. “Kau menangis”, tegas Shuusei yang membuat Aoi berbalik ke arahnya karena kesal. “Kubilang tidak menangis!” teriak Aoi di depan Shuusei. Tapi melihat Shuusei justru membuatnya tak dapat menyembunyikan tangisannya.
 
 

Aoi semakin menangis dan Shuusei justru memotret wajah Aoi dengan ponselnya kemudian menunjukkannya pada Aoi. Shuusei mengatakan bahwa wajah Aoi sangat jelek. Aoi yang kesal meminta pada Shuusei untuk tidak mengambil photonya dan berusaha mengambil ponsel Shuusei. Namun Shuusei justru menahan tangan Aoi dan menariknya agar lebih dekat dengannya.
 
“Jangan mudah dicium oleh orang lain.” Ucap Shuusei akhirnya.
“Sudah kubilang untuk hati-hati, kan? Apa kau bodoh?” lanjut Shuusei mengingatkan Aoi.
 
 

Aoi hanya dapat terisak menahan tangis sambil berkata, “Maaf” di hadapan Shuusei. Melihat Aoi yang terus terisak membuat Shuusei tak tega dan tiba-tiba saja mencium pipi Aoi. ciuman manis yang cukup lama. Setelah menciumnya, Shuusei berkata bahwa itu (ciuman) adalah reset-nya. Aoi ingin menanyakan apa yang Shuusei lakukan namun cepat dipotong oleh Shuusei dengan mengatakan sudahlah, bawel. Ciuman tadi tak ada artinya apa-apa, begitulah penjelasannya.
Namun anehnya, Shuusei justru terlihat salah tingkah setelah mengatakan hal itu. Aoi yang mengerti maksud Shuusei memberinya ciuman tadi langsung tertawa yang membuat Shuusei ikut tersenyum kepadanya.
 

Shuusei berjalan ke belakang tubuh Aoi dan memegang kedua pundaknya. Aoi yang heran menatap Shuusei dengan tatapan bertanya. “Selamat jalan” ucap Shuusei sebelum akhirnya mendorong Aoi dari atas bukit sehingga membuat Aoi berguling-guling hingga ke bawah bukit.
 
Shuusei tertawa dan mengikuti Aoi dari atas, ia mengatakan bahwa hal ini cukup menakutkan bukan? (kayaknya ini deh salah satu hal berbahaya yang diajarkan Satsuki sama Shuusei waktu kecil.. iiiihh.. horror!). aoi dengan kesal mengatakan bahwa dia pikir dia telah mati, yang membuat Shuusei semakin tertawa. Aoi melarang Shuusei tertawa, tapi dia justru semakin keras tertawa di hadapan Aoi.
“Ku pikir kau akan tertawa jika kulakukan ini.” Ucap Shuusei akhirnya sambil tetap tertawa.
Aoi menatap Shuusei dan melihat niat tulus Shuusei untuk membuatnya bisa tertawa lagi (walaupun caranya ngeri…hiii…) dan akhirnya ia tersenyum dan ikut berbaring di samping Shuusei yang tak henti-hentinya tertawa sejak tadi. Aoi menatap ke arah Shuusei dan akhirnya ikut tertawa juga bersamanya.
 
Suara hati Aoi: Aku juga.. …ingin tertawa… bersamanya.
---
Keesokannya, Aoi memutuskan untuk mengubah penampilannya dengan memotong pendek rambutnya seperti rambut Shuusei.
 
Aoi yang tengah memasak mendengar kepulangan Shuusei dan berdiri untuk menyambutnya. Tapi Shuusei hanya bersikap biasa saja dan tak berkomentar apapun tentang perubahan gaya rambut Aoi yang jelas saja membuat Aoi kecewa.
Suara hati Aoi : Namun. Setiap saat kita bersama…

Aoi dan Shuusei sedang makan malam bersama, sampai tiba-tiba saja Shuusei berkata, “Tidak apa-apa”. Hal ini jelas membuat Aoi tersenyum gembira mendengarnya. (Ya ampun, kaya’ pasangan udah nikah aja.. potong rambut harus minta ijin suaminya dulu.. OWowOW!! )
 
Dan saat Aoi membuatkan masakan untuk bekal Shuusei, tiba-tiba saja Shuusei menghampirinya dengan mengatakan, “Persis yang kuharapkan.” Sambil menyomot makanan yang dibuat Aoi untuknya. Aoi terlihat kesal namun Shuusei justru tersenyum manis dan mengatakan. “Masakanmu.” Sambil berlalu pergi. Aoi hanya dapat mendesah kesal, namun detik berikutnya ia jadi tersenyum gembira. (Ahh! Aku gak kuat lihat adegan ala newdly wed couple gini!! Huaaa… pengeennn…>,<)
Suara hati Aoi : Aku hanya… …. Bermain-main dengan perasaanku sendiri.


Shuusei tengah bekerja paruh waktu di sebuah restoran dekat pelabuhan sebagai pelayan. Ia dengan rajin mengantarkan pesanan dan dengan ramah menyambut tamu yang datang. Ia bekerja sangat keras dan rajin. (Buat nafkahin istri yaa? Haha..)



Sementara itu, Aoi ternyata membeli sebuah gantungan kunci berwarna biru yang mirip dengan gantungan kuncinya (ceritanya couple’an gitu..). Dan seperti biasanya ia selalu mampir untuk melihat kalung bintang yang begitu disukainya itu di etalase toko untuk sekedar mengaguminya.

 
Shuusei membuka bekal makan yang disiapkan Aoi saat jam makan kerjanya. Seniornya memuji bekal Shuusei yang sangat cantik, dan bertanya apa Shuusei punya istri? Haha.. Shuusei dan teman-temannya yang lain terkejut mendengar pertanyaan seniornya itu.

Bahkan seniornya sempat menggodanya dengan mengatakan bahwa sungguh enak mempunyai istri muda yang jelas saja membuat Shuusei tak mampu berkata-kata. Seniornya dan teman-teman kerjanya bahkan meminta untuk mencicipi bekalnya yang langsung tak diperbolehkan Shuusei (Ya iyalah gak boleh.. kan yang bikin istri tercinta! Wkwkwk… hahaha..).


 

Suatu pagi, saat Aoi tengah menggosok gigi tiba-tiba saja Shuusei datang dan menggesernya untuk ikut gogok gigi juga. Tapi bukannya memakai pasta giginya, dia justru mengambil dan memakai pasta gigi Aoi. “Memakai punyaku lagi?” eluh Aoi yang kesal. Tapi Shuusei bersikap seolah-olah itu hal yang wajar dan dia nyaman dengan hal itu, begitu juga Aoi yang terlihat sudah mulai terbiasa dengan sikap Shuusei sehari-hari.
Suara hati Aoi : Kuharap ini akan terus berlanjut.
Aoi menyerahkan kunci apartement kepada Shuusei setelah mengunci pintu kamarnya. Shuusei yang melihat ada gantungan kunci di kuncinya bertanya, “Apa ini?” yang dijawab, “Bagus, bukan?” oleh Aoi. Shuusei hanya berkata “Heemmm..” sambil menatap gantungan itu sekilas dan memasukkannya ke dalam saku celananya kemudian berlalu pergi meninggalkan Aoi. ( Ckckckck.. Kelihatan gak peduli, tapi sebenarnya Shuusei sangat menghargai apa yang diberikan Aoi untuknya..)
Suara hati Aoi : Pelan-pelan menjadi normal.


Di lorong sekolah, Aoi sedang berjalan dengan teman-temannya. Seorang temannya berkomentar dengan penampilan baru Aoi dan mengatakan bahwa itu sedikit pemborosan, ya? Dan seorang temannya lagi bahkan menebak jika Aoi pasti sudah punya pacar sekarang, yang langsung disangkal Aoi.


Tanpa disangka di hadapan mereka Shuusei juga berjalan menuju mereka. Seperti biasa, para gadis yang melihatnya langsung berteriak histeris dan memuji katampanannya. Aoi jelas saja melihatnya. Saat akan berpapasan, Aoi dan Shuusei saling menatap sesaat penuh makna (seakan menyemangati satu sama lain) sampai akhirnya mereka saling berlalu seperti orang yang tak saling kenal sebelumnya. Aoi hanya sedikit tersenyum karena bisa melihat Shuusei saat itu walaupun hanya sesaat.

 

Malam harinya, Shuusei tengah mengajari Aoi mengerjakan soal matematikanya (OMG! Shuusei pinter juga di akademik! Pake kacamata pula, jadi makin kelihatan cool-nya, Aaaggghhh… so perfecto!). Shuusei menerangkan rumus dengan sangat cepat sehingga membuat Aoi kebingungan dan tak mengerti. Shuusei malah mengejek Aoi dengan maengatakan apa Aoi bodoh, dan kemudian mengatakan akan mengulangi penjelasannya dan meminta Aoi benar-benar memperhatikan. (Aoi fokusnya ke kamu bang, gak ke rumus.. haha..)
 
Aoi mengeluh jika Shuusei menerangkan terlalu cepat dan memintanya agar pelan sedikit. Sampai tiba-tiba ponsel Shuusei berbunyi dan Shuusei mengangkat teleponnya di balkon luar kamar, Aoi terlihat penasaran sekaligus sedih melihat Shuusei harus menjawab telepon dengan diam-diam seperti itu.

Suara hati Aoi : Tapi, dari dalam hatiku aku merasa tidak enak. Ada suara yang tak bisa kudengar. Itulah kenapa, tidak apa-apa seperti ini.
Aoi menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba menepis perasaan mengganjal di hatinya dan berusaha focus pada buku pelajarannya saja.
Suara hati Aoi : Mulai sekarang akan kuhargai waktu kebersamaan kita.



Aoi dan Shuusei dimintai tolong oleh Ibu Mizuki untuk menjaga Kouta karena tiba-tiba saja dia harus pergi dan akan pulang keesokan harinya. Dengan polosnya Kouta bertanya pada mereka apakah dia boleh mandi bersama Shuusei dan Aoi? Aoi jelas saja terkejut dan berkata tidak mungkin. Namun Shuusei justru mengajak Kouta untuk mandi bersamanya saja, yang langsung disambut Kouta dengan bersemangat. (Lah kok kaya’ keluarga kecil yang udah punya anak satu gini? *sweeett )
Aoi tertidur di meja belajarnya saat Shuusei baru selesai mandi. Tanpa sengaja Shuusei melihat memo yang dibuat Aoi di bukunya tentang festival kembang api dimana Shuusei berjanji untuk pergi kesana bersamanya. Selain itu juga ada 2 tiket menonton festival itu yang tergeletak di meja Aoi.
Suara hati Aoi : Aku suka begini, hubungan yang tak terucap ini.
 
Shuusei mengambil tiket itu dan menatap sambil tersenyum ke tiket yang dipegangnya. Ia membuang nafasnya begitu berat sebelum akhirnya mengembalikan tiket itu pada tempatnya.
Suaran hati Aoi : Sekarang, dalam keadaan seperti ini.
---
Sanjou sedang melihat laporan penjualan yang diberikan pegawainya dan ia pun berkata agar mereka semua bekerja keras bersama-sama, yang langsung dipatuhi oleh kedua pegawai perempuannya itu. Sampai tiba-tiba suara Aoi yang berlari melintas di depan tokonya mencuri perhatiannya.
Sanjou langsung keluar dari toko dan memanggil Aoi. Aoi yang mendengar namanya disebut reflek berbalik dan melihat ke arah Sanjou. Namun Shuusei justru menghampiri Aoi dan meletakkan dua kotak tissue yang cukup banyak di hadapannya dan malah mengambil kantong plastic kecil yang sedari tadi dibawa Aoi. (Sepertinya baru belanja kebutuhan sehari-hari buat berdua nih.. hehe..)
 
Shuusei yang melihat Sanjou hanya menyapanya sekilas dan berlalu pergi begitu saja yang jelas saja menimbulkan berbagai pertanyaan untuk Sanjou. Aoi segera pamit dan berlari menyusul Shuusei dengan membawa dua kotak besar tissue tadi.
 
Di perjalanan, Aoi menyalahkan Shuusei karena Sanjou yang hampir saja tahu tentang rahasia mereka yang tinggal bersama. Shuusei malah bertanya dengan enteng  apa itu masalah? Yang jelas saja dijawab Aoi bahwa tentu saja itu masalah. Namun Shuusei dengan cepat berkata bahwa dia tidak peduli jika rahasia mereka terbongkar. Aoi jelas saja terkejut dan menghentikan langkahnya sambil menatap Shuusei.
 
Shuusei berbalik dan menatap balik Aoi kemudian mengatakan bahwa tinggal bersama Aoi tidaklah buruk dan langsung melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga. Aoi tersenyum senang mendengar pengakuan Shuusei yang secara tidak langsung mengatakan bahwa Shuusei senang tinggal bersamanya.
Suara hati Aoi : Selamanya… Selalu… Selalu…
 
Aoi mengejar Shuusei dan mengajaknya bermain suit dan ternyata Aoi-lah yang menang dan Shuusei-lah yang harus membawa seluruh belanjaan mereka. Shuusei terlihat bingung pada awalnya, namun menurut saja dengan permainan Aoi yang terus mengajaknya suit sampai di atas tangga. Mereka terlihat gembira dengan cara mereka sendiri. (childish emang, tapi sweet banget scene ini menurutku..)
Suara hati Aoi : Meski sedikit lebih lama… Aku berharap waktu ini tak pernah berhenti.
---

Aoi melihat sebuah yukata (kimono perempuan) yang terpajang di etalase sebuah toko. Ia begitu antusias dan memuji yukata itu dengan takjub. Ibu pemilik toko yang melihat Aoi segera menyapanya begitu juga Aoi. Aoi memuji yukata yang dipajang itu, dan ibu pemilik toko justru mengatakan bahwa orang bilang jika memakai yukata dari toko mereka, mungkin cinta Aoi akan menjadi kenyataan. Hal itu jelas saja membuat Aoi semakin sumringah mendengarnya (secara kan dia lagi dimabuk asmara lopeh-lopeh.. gituuh, haha..).
Ibu pemilik toko bertanya apa Aoi mau mencobanya yang langsung dijawab Iya oleh Aoi dengan begitu antusias.
 
Shuusei berjalan pulang dari sekolah, dan ia melihat Aoi yang sedang menatap poster festival kembang api di depan toko yukata tadi dengan memeluk belanjaannya (jadi beli yukata juga dia.. hahaha..) sambil berharap bisa pergi, kan? Sambil tersenyum dan menatap yukata yang baru dibelinya kemudian beranjak pergi tanpa mengetahui jika sedari tadi Shuusei manatapnya dengan tatapan yang sulit dipahami dari kejauhan.
---
Petang harinya di apartement Aoi~Shuusei. Tiba-tiba saja Shuusei mendapat sebuah telepon dan dengan cemas ia menjawab tak apa, dia akan kesana sekarang. Dan Shuusei juga meminta pada orang yang meneleponnya agar tetap di rumah, kemudian bergegas pergi.
 
Aoi yang mendengar kecemasan Shuusei tiba-tiba bertanya ada apa dengan Satsuki? (wah, berarti sebenarnya Aoi tahu kalau selama ini Shuusei teleponan diam-diam sama Satsuki dong.. kasihaann.) Shuusei tak menjawabnya dan hanya mengatakan dia akan pergi dulu, kemudian mengambil kuncinya dan dengan tergesa-gesa keluar dari apartement mereka yang tentu saja membuat Aoi terlihat begitu kecewa dan kembali malanjutkan aktivitas melipat pakaiannya (kelihatan sih, pikiran Aoi udah gak bisa focus lagi disitu).
Shuusei berjalan dengan langkah cepat menyusuri jalanan yang terlihat mulai gelap. Ia terlihat begitu banyak tekanan, dan mengingat kembali kejadian di masa lalu dimana ia dan Satsuki berjalan bersama sebagai kekasih dan saat terburuk dimana ia berlari menerobos kerumunan orang-orang di malam natal yang bersalju.

ia terlihat bimbang dengan jalan yang harus dipilihnya. Ia menghentikan langkahnya dan terduduk lemah di bangku jalan dengan semua pemikiran dan perasaannya saat ini. Sepertinya ia mulai merasa bahwa yang dilakukannya saat ini tidaklah benar. Namun ingatannya kembali ke masa lalu saat ia mendapati Satsuki tergeletak pingsan di malam bersalju, dan akan janji yang dibuatnya untuk Satsuki dimana ia akan selalu melindunginya.
 
Shuusei terlihat galau untuk menentukan pilihan saat ini. Dan tiba-tiba saja ia teringat akan Aoi. Dia mengeluarkan kunci yang ada di dalam sakunya dan menatapnya dengan penuh kegalauan di hatinya.

Shuusei akhirnya pulang juga ke apartement walaupun sudah larut malam. Ia akan membuka pintu dengan kuncinya, namun terdengar suara Aoi dari dalam rumah yang langsung menyambutnya dan membukakan pintu untuknya. Aoi terlihat cemas dan langsung menanyakan bagaimana keadaan Satsuki. Shuusei hanya mampu menatap Aoi dengan wajah bersalah dan dengan singkat berkata baik.
Aoi lega mendengarnya, dan Shuusei justru bertanya kenapa Aoi belum tidur? Aoi menjawab bahwa kepergian Shuusei yang tiba-tiba itu mengganggu pikirannya. Shuusei hanya berkata maaf karena itu bukanlah apa-apa dan meminta Aoi melupakan hal itu saja.


Aoi yang penasaran dan mencoba bertanya pada Shuusei tentang apa yang terjadi 2 tahun lalu, tapi ekspresi Shuusei langsung berubah marah padanya dan berkata bahwa hal itu tak ada hubungannya dengan Aoi. Bahkan Shuusei dengan sinis mengatakan bahwa Aoi menyebalkan dan langsung masuk ke kamar mandi tanpa mempedulikan Aoi yang begitu sedih mendengarnya.
---
Di sekolah Aoi menceritakan semuanya pada Moe. Aoi bertanya kenapa Shuusei bisa berkata seperti itu padanya (tiba-tiba jadi dingin dan tak berperasaan). Moe tentu saja tak terima dan mengatakan pada Aoi bahwa dia tak bisa membiarkan Shuusei bertindak seperti itu. Aoi semakin sedih dan bertanya bagaimana jika tiba-tiba saja Shuusei pergi meninggalkannya, namun Moe menenangkannya dengan berkata bahwa Aoi dan Shuusei terlihat sama.
Aoi tentu saja heran dan bertanya siapa yang mengatakan hal itu? Dan Moe pun akhirnya dengan malu-malu mengaku pada Aoi bahwa sebenarnya ia sudah punya pacar saat ini, yang jelas saja mmembuat Aoi sangat terkejut.
 
Dan taaaraaa!!! Pacar Moe ternyata Ryousuke!! Hahaha..
Aoi bertanya sejak kapan mereka pacaran? Dan Moe mengaku bahwa demi Aoi ia mengumpulkan informasi tentang Shuusei dari Ryousuke. Ryousuke bahkan memuji Moe dengan mengatakan bahwa saat pertama kali melihat Moe, ia langsung berpikiran bahwa Moe gadis yang cantik, yang tentu saja membuat Moe girang mendengarnya.
Aoi yang melihat kebahagiaan mereka berdua tentu saja ikut bahagia dan menyelamati mereka. Dan tiba-tiba Moe berpikiran untuk melakukan double-date bersama Shuusei juga, yang tentu saja langsung ditolak Aoi. Ryousuke juga setuju dan mengatakan bagaimana jika hari ini saja, karena hari ini adalah ulang tahunnya Shuusei. Hal itu jelas membuat Aoi terkejut karena ia sama sekali tak tahu tentang hal itu.
---
 
Di apartementnya, Aoi tengah sibuk menyiapkan hidangan untuk merayakan ulang tahun Shuusei dan merasa puas dengan hasil masakannya sendiri yang sudah terlihat enak menurutnya.
Sedangkan Shuusei justru tengah main lempar tangkap bola bersama Ryousuke di lapangan. Shuusei heran kenapa tiba-tiba Ryousuke mengajaknya bermain tangkap bola, tapi Ryousuke beralasan laki-laki memang seharusnya main tangkap bola, kan? (hla apa mau main Barbie aja mas? Haha..) tapi Shuusei yang tahu itu cuma alasan berkata bahwa ia tak pernah mendengar hal itu sebelumnya. Akhirnya Ryousuke mulai berbicara ke intinya, ia bertanya pada Shuusei apa tidak apa-apa? Shuusei yang tak mengerti bertanya tentang apa, yang langsung dijawab Satsuki oleh Ryousuke.
Ryousuke berkata tentang 2 tahun yang lalu, Shuusei masih menanggung beban itu sendiri. Mendengar hal itu diungkit membuat emosi Shuusei naik dan melemparkan bola ditangannya begitu jauh dari Ryousuke.

Tiba-tiba saja Shuusei bertanya pada Ryousuke kenapa dia pacaran dengan gadis itu (Moe)? Ryousuke dengan tegas mengatakan karena dia mencintainya tentu saja. Shuusei terlihat berpikir mendengar jawaban Ryousuke. Dan Ryousuke menjelaskan bahwa saat pertama kali bertemu Moe, dia langsung tiba-tiba jatuh cinta padanya. Dan bertanya pada Shuusei menurutnya apa yang dipikirkan Ryousuke? Setelah berpikir cukup lama Shuusei menjawab dengan enteng bahwa Ryousuke pasti berpikiran mesum, yang tentu saja langsung dibantah Ryousuke.
Tanpa mereka sadari ponsel Shuusei yang tergeletak di atas tasnya berdering terus dengan nama Satsuki dilayarnya.
---
Shuusei sedang berjalan dan melintasi Toko milik Sanjou, mereka terlihat saling acuh sampai tiba-tiba saja Sanjou memanggil Shuusei yang membuatnya mau tak mau menoleh pada Sanjou. Sanjou langsung bertanya bukankah sudah dia katakan untuk berpacaran dengan Aoi dengan baik, kan? (ooohh.. jadi dikiranya Aoi dan Shuusei pacaran gituu.. kasihaan..) Sanjou menambahkan bahwa tak adil jika Shuusei terus bermain-main, meski Aoi merasa- - belum sempat Sanjou menyelesaikan ucapannya, Shuusei sudah memotongnya.
“Adil bagi kakak yang dekat dengannya.” Ucapnya dengan wajah kesal.
 
Mereka saling bertatapan penuh persaingan sampai tiba-tiba Sanjou tersenyum dan berjalan hingga berhadapan dengan Shuusei.
“Lalu, bolehkan aku memiliki Aoi-chan?” tanya Sanjou begitu sungguh-sungguh.
“Silakan” jawab Shuusei setelah terdiam cukup lama kemudian pergi meninggalkan Sanjou.
 
Terlihat jelas bahwa sebenarnya Shuusei tak rela mengatakan hal itu. Ia tampak begitu marah namun berusaha menahannya dan justru bersikap seolah-olah tak peduli jika Sanjou mendapatkan Aoi sekalipun. Pada akhirnya ia justru terlihat bersikap merelakan Aoi, karena tahu bahwa ia tak mungkin bisa bersamanya sampai ia bisa menepati janjinya pada Satsuki.
---

Di apartementnya, Aoi sudah selesai menata hidangan ulang tahun yang khusus dia buat untuk ulang tahun Shuusei. Ia tampak senang bisa menyelsaikan semuanya tepat pada waktunya. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 20.30 malam dan mendesah karena Shuusei pulang terlambat. Dilihatnya ke luar balkon yang ternyata sedang hujan lebat, “dia tidak kerja, kan?” tanya Aoi sambil melihat hujan yang begitu derasnya.
Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Aoi sangat senang saat melihat nama Kugayama Shuusei yang muncul di layar ponselnya. Dia menjawab telepon dengan ceria sampai tiba-tiba suara Satsuki di seberang sana membuatnya langsung berubah kecewa. Satsuki mengatakan bahwa Shuusei mungkin tak akan pulang malam ini, dan bahkan mengatakan bahwa mereka akan berhubungan badan malam ini. (ya ampuuun!! Murahan banget sih nih cewek!! *geregetan!)
Aoi tentu saja sangat terkejut dan terpukul mendengar hal itu. Tapi Satsuki justru tertawa dan mengejeknya dengan mengatakan bahwa Aoi pasti tak mengerti hal seperti itu. Dan Satsuki langsung memutus sambungan saat ia mendengar Shuusei sudah kembali ke kamarnya. Tinggal Aoi sendiri yang hanya mampu menatap sedih tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Satsuki langsung meletakkan ponsel Shuusei kembali ke tempatnya semula saat Shuusei tiba di kamarnya dengan membawa kantong plastic di tangannya. Satsuki langsung menyabut Shuusei yang membuat Shuusei bertanya kenapa Satsuki belum tidur?
 
Shuusei langsung menyuruh Satsuki untuk tidur jika tidak maka akan bermasalah. Namun Satsuki justru tersenyum dan meminta maaf karena sudah merepotkan Shuusei. (Nih cewek kayaknya penyakitan, dan memanfaatkan Shuusei yang masih dilanda rasa bersalah sekaligus terikat dengan janji masa lalunya pada Satsuki, hiih L.I.C.I.K!) dan bahkan ia menawarkan untuk tinggal bersama Satsuki saja sekarang yang jelas saja membuat Shuusei terkejut dengan tawarannya (Hoi! Cuma pakai lingerie dan ngajak cowok tinggal bersama malam-malam gitu?! Beneran gak tahu malu deh kaya’nya tuh cewek!!)
---

Entah sudah berapa lama Aoi duduk termenung sendiri di meja makannya. Ia tersentak saat menyadari Shuusei sudah kembali dan langsung menyambutnya. Shuusei bertanya kenapa Aoi belum tidur juga dan kemudian tertegun saat melihat hidangan yang sudah Aoi siapkan beserta kue ulang tahun untuknya tertata rapi di meja.
 
“Ini semua, kau yang buat?” tanya Shuusei masih tertegun di tempatnya berdiri.
“Hemm,” jawab Aoi membenarkan.
“Boleh kumakan?” tanya Shuusei dengan mata berkaca-kaca menahan haru.
 
Aoi mengangguk dan Shuusei langsung duduk setelah berhasil menguasai diri dan ekspresinya seperti biasanya. Mereka berdua mulai makan dan Shuusei memuji ayam goreng buatan Aoi yang enak sambil tersenyum padanya. Tapi Aoi sudah tak dapat menahan perasaannya lagi. Ia terisak dan menitikkan air matanya saat menatap wajah Shuusei dan mengingat apa yang dikatakan Satsuki tadi di telepon.
Shuusei yang melihatnya tentu saja bertanya kenapa? Dan Aoi yang tersadar telah menangis langsung menyeka air matanya dan meminta maaf pada Shuusei. Shuusei menyadari ada yang tidak beres sehingga bertanya pada Aoi, “Apa? Ada yang ingin kau katakan?”
“Aku.. hanya ingin kau tersenyum.” Jawab Aoi dengan menahan isak tangisnya.
Shuusei termenung mendengar jawaban Aoi dan justru berkata, “Merepotkan..” yang tentu saja membuat Aoi tersentak kaget mendengarnya. Shuusei menatap tajam ke arah Aoi dan tiba-tiba saja langsung mendorong tubuh Aoi ke belakang dan menindihnya.
Aoi tentu saja terkejut dengan perlakuan Shuusei dan bertanya apa yang Shuusei lakukan? Aoi terus berontak minta dilepaskan dan berteriak untuk melepaskannya karena dia tak ingin seperti ini. Namun tangan Shuusei langsung menahannya agar tak dapat berontak lagi.

“Kau ingin aku tersenyum, kan?” tanya Shuusei begitu dingin pada Aoi dan langsung mendekat akan menciumnya.
Namun saat melihat wajah Aoi yang terisak dan penuh air mata justru membuatnya tak tega dan mengurungkan niatnya itu. Dia langsung bangun dan mengemasi pakaiannya. Aoi tentu saja tak menyangka jika hal ini akan terjadi. Apa memangnya kesalahan yang sudah dilakukannya yang membuat Shuusei memutuskan untuk pergi meninggalkannya? Begitu kira-kira yang dipikirkan Aoi.
Aoi hanya dapat menatap Shuusei pergi tanpa dapat berkata apapun, namun sepeninggal Shuusei ia justru memikirkan tentang semua perasaannya selama ini pada Shuusei. Ia semakin terisak dan berteriak bahwa dia tak ingin seperti ini! Dan langsung berlari mengejar Shuusei di bawah lebatnya hujan. Ia bahkan sempat terjatuh saat menuruni anak tangga hingga lututnya berdarah, namun ia tak memperdulikannya dan lanjut berlari mengejar Shuusei yang sudah berjalan cukup jauh.
 
 
Dan akhirnya ia menemukan Shuusei yang berjalan di bawah derasnya hujan meninggalkannya. Aoi mengejar Shuusei dan berteriak “Tunggu!” yang membuat Shuusei menghentikan langkahnya.
 
“Aku tak ingin seperti ini!” teriak Aoi sambil berlari memeluk punggung Shuusei dari belakang.
“Cinta! Aku mencintaimu! Cinta..” isak Aoi sambil mengeratkan pelukannya pada Shuusei.
“Aku ingin bersamamu.” Lanjut Aoi yang semakin terisak tak sanggup lagi menahan perasaannya.
Namun Shuusei justru melepas pelukan Aoi dan berbalik untuk menatapnya.
 
“Aku..” ucapnya setelah lama ia menatap Aoi.
“…Aku tidak bisa menerimanya.” Jawab Shuusei tegas.
“Bukan berarti aku membencimu. Untuk mencintai seseorang, aku memang tidak mengerti.” Lanjut Shuusei mencoba menjelaskan alasannya.
Aoi jelas saja sangat kecewa mendengar penolakan Shuusei. Ia bahkan tak mampu berkata apa-apa lagi.
“Maaf.” Ucap Shuusei begitu menyesal.
“Itu waktu yang singkat, tapi… sangat menyenangkan.” Ucap Shuusai mengakui.
“Aku senang bertemu denganmu.” Lanjut Shuusei yang tulus mengatakannya.
Aoi hanya mampu menatap Shuusei tak percaya. Karena dalam hati kecil Aoi ia yakin bahwa Shuusei juga meimiliki perasaan special padanya, walaupun itu sangat sedikit. Shuusei pamit dan berjalan pergi meninggalkannya.
“Tidak, jangan pergi!” teriak Aoi yang belum bisa merelakan Shuusei meninggalkannya seperti itu.
 
“Aku tidak mau!” balas Shuusei dengan suara yang tak kalah kerasnya.
“Ini semua karenaku kau tersakiti. Aku tak ingin bertemu denganmu lagi.” Tegas Shuusei dengan hati kacau dan berbalik pergi akan meninggalkan Aoi.
“Janji waktu itu.. festival Tanabata.. aku tak bisa menepatinya. Maaf.” Tambah Shuusei sebelum benar-benar pergi meninggalkan Aoi yang hanya dapat menangis meratapi kepergian Shuusei. (beneran nyesekk lihat Aoi nangis… :’( ). Aoi hanya dapat berjalan pulang sambil terus menangis merasakan kepedihan hatinya saat ini.

---
 
Suatu pagi, Kouta yang dibantu ibunya menggantungkan kertas permohonannya di sebuah pohon bamboo. Kouta berharap permohonannya terkabul dan bahkan menolak memberitahu apa yang ditulisnya pada ibunya.. haha.. (seneng lihat hubungan ibu dan anak kaya’ gini… bener-bener harmonis dan saling menyayangi..)
---
Di sekolah, Aoi bersikap ceria seakan tak terjadi apapun padanya. Ia bahkan bersenda gurau dengan teman-temannya yang lain yang membuat Moe hanya dapat menatap iba sekaligus curiga padanya (secara kan Moe tahu semua yang terjadi kemarin).
 
Ryousuke datang menghampirinya, namun dengan tak bersemangat ia justru mengatakan bahwa akhir-akhir ini Aoi mencurigakan. Ryousuke juga mengatakan bahwa Shuusei juga begitu. Yang membuat Moe mulai mengerti keadaan yang terjadi dan berkata, “Oh, begitu.”
---
 
Sanjou tengah berjalan dan tanpa sengaja melihat Aoi. Sanjou hendak menyapanya namun segera mengurungkannya setelah melihat ekspresi sedih Aoi yang tangah menatap poster festival kembang api yang ditempel di depan toko tempat ia membeli Yukata-nya beberapa hari yang lalu.
Ibu pemilik toko yang melihat Aoi datang untuk menyapanya, dan berkata bahwa festival kembang api sudah dekat. Namun berbeda dengan kemarin, ekspresi Aoi terlihat begitu sedih sekarang sehingga membuat ibu pemilik toko memberikannya Tanzaku (kertas permohonan). Ia mengatakan jika Aoi menuliskannya disini, mungkin permohonannya dapat terkabulkan. Aoi dengan ragu mengambil kertas itu.
“Itu yang kupercaya, tapi terserah padamu.” Ucap Ibu pemilik Toko sambil tersenyum menyemangati yang dibalas senyuman pula oleh Aoi.
---
Suatu hari sepulang sekolah, Aoi tengah berjalan bersama Moe dan Ryousuke. Moe terkejut mendengar cerita Aoi dan bertanya “berakhir begitu?” Dan Aoi menjawab bahwa ia ingin melupakan semua perasaannya.
Moe menghampiri Ryousuke dan bertanya apa ini gara-gara mantan Shuusei? Moe jadi geram sendiri dan berkata, “kenapa dia, padahal sudah putus dengan Shuusei!”
 
Akhirnya Ryousuke buka suara juga. Ia mengatakan bahwa bagi Shuusei, Satsuki sangat istimewa. Karena Satsuki-lah orang yang membantunya saat Shuusei membutuhkan seseorang, terangnya. Moe menyangkal bahwa itu berbeda dengan cinta. Ryousuke juga mengangguk mengerti dan bercerita, “ Saat mereka pacaran, kupikir itu tidak mungkin. Ditolak orang yang dicintainya, Shuusei tidak bisa membiarkannya terpuruk sendirian. Karena itulah dia selalu ada disisinya. “Aku akan melindungimu” begitulah yang dikatakan Shuusei.”
Ingatan Ryousuke kembali ke masa lalu saat ia dan Shuusei masih SMP dimana Satsuki menunggu Shuusei saat pulang sekolah. Shuusei terkejut dan bertanya apa yang Satsuki lakukan disini. Satsuki menjawab itu karena Shuusei tak menjawab teleponnya, Shuusei hanya berkata maaf saat itu. Dengan raut sedih Satsuki bertanya apa Shuusei tak mau lagi bertemu dengannya? Shuusei membantahnya dan tersenyum pada Satsuki. Satsuki terlihat senang dengan jawaban Shuusei dan langsung menggandeng Shuusei pergi. Satsuki bertanya, “Shuu-chan, kita akan selalu bersama kan?” yang hanya diiyakan saja oleh Shuusei. (kok disini Shuusei mirip Yesung Super Junior ya?? Apa cuma perasaanku aja? Haha..)
 
“Tapi hubungan mereka tidak berjalan dengan baik. Mustahil untuk menunggu. Menurutku Satsuki-san menyadarinya. Sedikit demi sedikit terjadi pengekangan. Pada akhirnya terjadi banyak pertengkaran. Hasilnya mereka putus, tapi… hari itu… 2 tahun yang lalu di malam natal. Satsuki-san tak henti-henti menelponnya.” Lanjut Ryousuke.
 
Dan kita kembali ke masa 2 tahun yang lalu saat malam natal. Ryousuke dan Shuusei sedang menghabiskan waktu dengan makan di sebuah café dan Satsuki tak henti-hentinya menelponnya. Shuusei membuka pesan suara yang dikirim Satsuki padanya.
Akan kutunggu kau di pohon Natal. Aku akan menunggumu sampai kau datang.
Shuu-chan, kenapa kau belum datang juga? Kau bilang ingin melindungiku, kan? Aku tidak kuat lagi. (suara Satsuki terdengar semakin melemah)
Satsuki yang mendengar pesan terakhir Satsuki langsung berlari keluar dari café, tak mengindahkan pertanyaan Ryousuke saat itu. Akhirnya Ryousuke mengikuti Shuusei hingga sampai di sebuah pohon natal di depan sebuah restoran (gak tahu ini restoran apa pusat perbelanjaan, yang pasti lumayan besar dan mewah) yang terlihat dikerumuni orang-orang dan sebuah ambulance yang baru tiba.
 
Shuusei dan Ryousuke segera datang di kerumunan itu dan bertanya apa yang terjadi. Seorang pengunjung berkata bahwa ada seorang gadis yang pingsan dan tentu saja membuat Shuusei terkejut.
 


Ia melihat kado yang terjatuh dengan tulisan ‘Untuk Shuu-chan’ dan langsung tahu bahwa gadis yang pingsan itu adalah Satsuki. Ia segera menghampiri Satsuki yang sudah terbaring lemah dan sedang diperiksa oleh para medis. Melihat keadaan Satsuki yang menjadi seperti itu karena menunggunya membuatnya begitu menyesal. Shuusei hanya mampu memanggil-manggil nama Satsuki dengan begitu cemas saat itu.


“Kejadian itu merupakan mimpi buruk baginya. Dia terus mengatakan “Ini salahku. Ini salahku”. Shuusei terus di sampingnya sampai ia siuman. Sebuah keajaiban dia selamat, tapi… saat itu… Shuusei mengatakan pada Satsuki-san, “Sebelum kau menemukan kebahagiaanmu, aku akan selalu di sampingmu.” Dia.. selalu menepati janjinya. Aku mengerti perasaannya, tapi… itu sudah cukup!” ucap Ryousuke panjang lebar.
“Tidak adil, Satsuki-san. Menggunakan trik seperti itu.” Ucap Moe yang kesal.
“Sudah kuduga, mereka memang khusus.” Ucap Aoi akhirnya.
 
“Meski tidak saling mencintai?” tanya Moe.
“Mereka tidak bisa terpisahkan.” Ucap Aoi mulai mengerti.
“Lalu Aoi, kau ingin menyerah?” tanya Moe.
“Untuk jatuh cinta, bukan hanya tentang hal-hal yang menyenangkan, kan?” ucap Aoi mencoba bersikap bijak.
“Tidak apa-apa jatuh cinta dan bersenang-senang dengan perasaan itu.” Sanggah Moe.
“Itu akan mungkin, jika saling mencintai.” Jawab Aoi dengan wajah sedih. (jadi Aoi merasa kalau cintanya hanya bertepuk sebelah tangan saja dong? Kasihaann..)
---
Aoi pulang ke apartementnya. Dan saat akan membuka pintu ia melihat ada sebuah hadiah yang digantungkan di gagang pintunya. Aoi mengambilnya dan melihat ada kunci Shuusei yang digantung di kado itu yang jelas saja membuat Aoi terkejut karena berarti Shuusei tadi datang kesini sebelumnya.
 
Ia masuk ke dalam apartementnya dan mendapati beberapa barang Shuusei masih ada disana yang artinya Shuusei tidak masuk untuk mengambilnya sendiri dan hanya datang untuk memberikan kunci dan hadiah itu padanya.

Continue to Part 4 (end)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar